BELAJAR MEMAHAMI PERGERAKAN KURS DOLLAR

(** perspektif non ekonom **)

Dollar, Rupiah, Emas atau mata uang apapun, itu bisa dipertukarkan, kalau para pihak yang memilikinya, butuh dan mau.

Orang yang pegang Dollar, mau berwisata di Indonesia, beli batik atau bikin pabrik, yang bayarnya pakai Rupiah, ya Dollarnya harus ditukarkan ke Rupiah. Demikian juga orang Indonesia mau sekolah ke Amerika, beli software, atau beli pesawat Boeing yang bayarnya pakai Dollar, ya Rupiahnya harus ditukarkan ke Dollar.

Berapa kursnya? Ya tergantung masing-masing pihak mengukur nilai barang yang akan dibayar dan kelangkaannya.

Kalau misalnya nich, Indonesia tidak pernah ekspor ke Amerika, atau tidak ada investor Amerika mau bikin pabrik di sini, juga tidak ada orang Amerika berani berwisata ke Indonesia ("serem isu teroris" :-)), maka juga tidak ada uang Dollar ditukarkan Rupiah, alias uang Dollar di sini akan langka.

Kalau pada saat yang sama ketika Dollar langka itu orang Indonesia juga tidak butuh produk Amerika, tidak ada yang ingin sekolah atau jalan-jalan ke Amerika ("ngapain pergi ke negara sponsor states-terrorism & Israel"  ), maka ya tidak ada kebutuhan Dollar. Jadi meski Dollar langka, kondisinya aman-aman saja ...

Tetapi kalau sebaliknya, Dollar langka, tetapi banyak orang Indonesia masih butuh produk Amerika, impor kapas bahan tekstil, atau gandum bahan mie, atau kedelai bahan tempe, juga impor software, film dan pesawat Boeing dari Amerika, ya pantaslah kebutuhan Dollar tinggi. Jika saat yang sama Dollar-nya langka, apa yang terjadi? ya kurs akan naik! Semua orang yang butuh Dollar akan mati-matian menawarkan Rupiah yang lebih banyak untuk mendapatkan Dollar. Bayar langsung ke Amerika pakai Rupiah? Ya kalau orang Amerika tidak ingin produk Indonesia, buat apa mereka ambil Rupiah?

Nah di zaman globalisasi ini, de facto mata uang yang konvertible di mana-mana itu US$. Kalau di ASEAN dengan Sing$ atau Malaysian Ringgit mungkin bisa juga. Tetapi kalau kita ke negara di Asia Tengah atau di Afrika yang merasa tidak punya urusan dengan Singapura atau Malaysia, kita akan kesulitan untuk menukar Sing$ atau MYR. Kalaupun ada money changer yang mau, kurs-nya agak jelek.

Nah kenapa akhir-akhirnya ini Kurs US$ menguat di hampir seluruh dunia?

Sejak 2008, Amerika mengalami krisis finansial akibat jutaan kredit property pada macet ("Gimana tidak macet, orang membangun cuma untuk mencari kolateral setelah harga property digoreng sampai gosong"). Obama dengan persetujuan Congress (DPR) akhirnys mengeluarkan kebijakan Quantitative Ease (cetak uang) untuk menyediakan dana cash (bail-out) ke perbankan itu. The Fed mengeluarkan uang diganti dengan sertifikat utang. Kebijakan ini disertai dengan pembekuan suku bunga. Bunga deposito di sana 0% untuk beberapa tahun. Proyeksi pertumbuhan ekonomi negatif.

Akibat kebijakan ini, maka lembaga-lembaga keuangan yang punya uang nganggur sangat besar (beberapa Milyar US$) akhirnya masuk ke banyak negara lain (termasuk Indonesia) untuk ditukar deposito atau saham-saham perusahaan. Di Indonesia tentu saja ketika masuk, uang itu ditukar ke Rupiah. Jadi di Indonesia uang mereka berkembang karena di sini suku bunga bank masih cukup besar, karena ada proyeksi pertumbuhan ekonomi.

Nah, tahun 2015, karena Obama menganggap ekonomi di Amerika sudah pulih, kebijakan QE itu berakhir, dan suku bunga bank dinaikkan kembali. Akibatnya, para pemilik uang-uang besar ramai-ramai membeli Dollar lagi untuk diinvestasikan balik di Amerika. Nah ketika menukar Rupiah ke Dollar itu, ada permintaan Dollar yang tinggi sehingga memicu kenaikan harga.

Apakah Dollar yang dulu dibawa masuk investor itu sudah tidak ada? Yang jelas sudah berkurang, karena Dollar itu sudah dipakai orang Indonesia untuk impor berbagai produk, untuk wisata ke luar negeri, untuk kirim uang anak sekolah di luar negeri dsb. Dan kita tidak segera menutup Dollar yang kepakai itu dengan ekspor produk kita, atau turis yang masuk ke negeri kita, atau TKI yang mengirim uang Dollar ke keluarganya ...

Andaikata Rupiah kita ganti emas pun, kejadian akibat interkoneksi ekonomi ini masih bisa terjadi. Okeylah, mungkin di Daulah Islam sistem bunga ribawi juga kita hapus. Pasar modal ala kapitalis juga sudah dirombak total. Tetapi selama produksi kita rendah, lalu orang masih ingin banyak-banyak impor atau buang devisa ke daarul harb, di mana valuta mereka tidak berbasis emas, ya tekanan terhadap emas, atau turunnya nilai tukar emas terhadap mata uang asing juga masih bisa terjadi.

Sudah mudheng belum ?

Prof. Fahmi Amhar

Comments

Popular Posts