Gelas Kosong


Om Bob merupakan guru dari mas Jaya yang merupakan guru saya. Jadi ini kakek guru kalau di dunia persilatan... #tsaaah

Om Bob Sadino merupakan salah satu Icon Entrepreneur yang terkenal dengan celana pendek dan pikiran nyeleneh nya

Dia sering bilang Goblok ke orang orang akademik. Banyak yang menelan mentah mentah istilahnya. Terutama dengan statement nya kalau mau jadi pengusaha nggak perlu sekolah. Goblok kamu.

Buku ini bukan untuk pengusaha pemula. Karena sangat provokatif. Makanya cocok di Sharing disini buat bos bos yang sudah berpengalaman di dunia usaha.

Ada banyak pelajaran yang bisa diambil. Bisa tentang proses, tentang pola pikir akademik, tentang sistem usahanya yang unik dll.

Tapi kali ini saya Sharing tentang "Gelas Kosong"

Ternyata ini yang jadi jebakan buat kita yang sudah terlalu lama belajar. Sangat berpengalaman dan merasa tahu akan segalanya.

Bos bos yang sudah lebih dari 3 tahun mendalami bidangnya. Pasti sudah merasa menguasai usahanya.

Karena sudah tahu polanya. Kapan musim panen. Kapan musim sepi. Terus SOP dan sebagainya pasti sudah menguasai.

Sehingga kalau ada pengusaha baru yang mulai usaha dengan bidang yang sama. Kita hanya tersenyum sambil berpikir. Dia belum tahu prosesnya.

Pernah ngaalamin?
.
.
.
Pas liat yang baru mulai usaha... Ih semangat ya... Dalam hati (kan dia belum pernah ngerasain susahnya pantesan semangat)

Ini terjadi karena kita punya pengalaman, punya ilmu, dan punya pola sukses atau gagal.

Semakin kita Sharing ilmunya. Semakin kita merasa hebat.

Seolah olah ahli di bidang itu dan mulai menghakimi. Jika tidak menggunakan pola kita akan gagal.

Karena kita pernah mengalami kegagalan di pola yang akan dia lakukan. Jadi sebagai seorang ahli. Kita nggak ingin Junior kita gagal karena mengikuti pola salah kita.

Padahal belum tentu lho. Bisa jadi dia berhasil.

Jebakan ilmu pengetahuan. Semakin kita tahu risikonya. Semakin kita takut dan perhitungan dalam mengambil tindakan.

Padahal si Junior kita ini belum tahu apa-apa. Jadi dia berani. Kita yang sudah tahu. Jadi penakut mengambil resiko.

Nah... Inilah fungsi dari gelas kosong.

Iya. Kalau di buku ini. Bob Sadino bilang. Dia nyari resiko besar karena disana ada untung yang besar.

Kalau dia kurangi resiko. Yah untungnya jadi kecil dong.

Nah makanya buku ini bahaya kalau dibaca pemula.

Tapi bagus saat dibaca sama orang yang sudah mengalami.

Kita berbisnis apakah selalu untung?

Inginnya sih untung. Tapi kan kadang ada ruginya juga.

Jadi kalau kita cari rugi. Apakah selamanya kita rugi?

Nggak juga kan? Pasti ada untungnya sesekali.

Nah gelas kosong ini membuat kita berpikir lagi. Ternyata selama ini otak kita diisi dengan banyak ilmu lama. Sehingga ilmu yang baru susah masuk.

Saya ambil contoh misalnya. Kalau ada prospek baru yang nanya berapa harga logo?

Saya langsung mengambil asumsi. Oh orang ini cari harga yang paling terjangkau. Orang ini budgetnya terbatas.

Kalau closing paling nggak banyak. Terus jadi agak malas malasan untuk Follow up.

70% pasti gak jadi.

Nah ini nih contoh gelas yang nggak kosong. Menjudgement calon konsumen.

Padahal kan belum tentu. Bisa jadi dia ambil paket yang paling mahal. Cuma dia butuhnya cepet. Jadi ingin jawaban pasti dan langsung.

Temen temen pasti juga mengalami dan sudah mengklasifikasikan mana konsumen yang nanya aja. Mana yang beneran mau beli.

Hayooo ngaku...

Pasti ada list sendiri atau pola pola perkataannya.

Ah si A nanya doang. Si B ini serius beli.

Si C cuma banding bandingkan harga.
Terus pola pelayanan kita berbeda.

"Iya. Saking seringnya. Kita jadi lupa kalau setiap konsumen punya hak yang sama untuk dilayani. " Ini nih yang paling sering kita lupakan.

Inget gak saat pertama kali kita dapat konsumen.

Dan Pecah telor.

Pesannya cuma satu. Tapi dibungkusnya hati hati. Jangan sampai lecet.

Namanya ditulis jelas.

Kalau komplain barangnya belum sampai langsung dijawab.

Terus nunggu balasan. "Barangnya sudah diterima ya. Terima kasih."
Habis itu minta testimoni.

Seneng rasanya kalau dapet.

Beda kalau sekarang.

"Yaelah... Pesen nya cuma sebiji. Minta cepet pula. Mana komplain mulu. Ah entar aja ah."

"Mending ngurusin yang beli 10. Sama sama komplain nya tapi untungnya banyak. Worthed lah."

Secara nggak sadar. Gelas kita mulai penuh karena rutinitas dan ilmu yang kita dapat.

Kita sampai nggak berpikir "Bisa jadi yang beli satu itu cuma minta sample kemudian beli 100 biji di pembelian selanjutnya."

Kita lupa dengan peluang itu. Kita lupa menikmati proses. Padahal kita tahu setiap pelanggan mempunyai hak yang sama untuk dilayani.

Kita hanya melayani yang beli banyak. Memang lebih efisien. Tapi kita lupa kalau dari satu orang yang beli satu dan gak puas lalu komplain. Bisa menghancurkan ribuan order berikutnya.

Kadang kita lupa untuk mengosongkan gelas.

Lupa dengan kesenangan kesenangan kecil yang kita miliki saat memulai usaha.

Kita terbiasa dengan omset yang besar dan lupa dengan omset yang kecil. Yang dulu kita syukuri.

Dulu dapat 5 juta sebulan sudah seneeeeng banget.

Sekarang dapat 5 juta rasanya kok dikit ya.

Nah itu tandanya gelas kita mulai penuh.

Kosongkan sedikit demi sedikit. !

Anggap semua pelanggan adalah pelanggan pertama.

Saat dimana kita benar benar melayani orang dan tidak menilainya terlebih dahulu.

Kata temen saya pura pura bego dulu lah. Kadang jadi orang pintar terus gak enak.

Terutama bagi orang orang yang memiliki kelebihan untuk membaca sikap dan pola.

Kalau di stifin ini kriteria orang thinking. Suka menjudgement terlebih dahulu. Padahal belum tahu apa apa.

Kurang lebih kayak gitu ya.

Intinya :
Pas ketemu dengan orang baru. Kosongkan gelas kita. Bisa jadi ilmu yang baru tidak bisa kita terima karena gelas kita masih penuh dengan harga diri dan kesombongan.
Yg ga kita sadari.

Terimakasih 😃

Comments

Popular Posts